Jumat, 22 Maret 2013

Silsilah Para Wali

Tulisan ini kami terjemahkan dan kami intisarikan dari kitab kecil yang berjudul Tarich al-Auliya susunannya K.H. Bisyri Musthofa Rembang

Untuk mengawali silsilah para wali di nusantara, maka tidak terlepas dari ke-empat tokoh besar, yaitu :
1). Sayyid Jamaluddin Husain as-Samarqandiy
2). Raden Arya Galuh Pajajaran
3). Raja Kuntara Cempa Kamboja
4). Prabu Brawijaya V

A. Silsilah dari Asmaraqondiy

Sayyid Jamaluddin Husain atau Maulana Muhammad Jumadil Kubro atau Ahmad Syah as-Samarqandiy adalah putra Abdulloh Khan, putra Amir Abdul Malik, putra Sayyid Alwi,, putra Sayyid Ali, putra Sayyid Muhammad, putra Sayyid Alwi, putra Sayyid Muhammad, putra Sayyid Alwi, putra Sayyid Abdulloh, putra Sayyid Ahmad al-Muhajir al-Faqih al-Muqoddam, putra Sayyid Isa al-Bashriy, putra Sayyid Muhammad ar-Rumiy, putra Sayyid Ali al-’Aridhiy, putra Sayyid Ja’far as-Shodiq, putra Sayyid Muhammad al-Baqir, putra Sayyid Ali Zainul Abidin, putra Sayyid Husain, Putra Kholifah Ali bin Abu Tahlib dengan Sayyidah Fathimah binti Nabi Muhammad SAW.

Dua orang putra dari Sayyid Jamaluddin Husain yang berdakwah di nusantara adalah: Maulana Ishaq dan Maulana Malik Ibrohim Asmaraqandiy.

B. Silsilah dari Jawa

Raden Arya Galuh putra Arya Randu Kuning, putra Arya Metahun, putra Arya Banjaran, putra Mundi Sari, putra Raden Laliyan (Pajajaran), putra Rawis Renggo (Jenggala), putra Tebu, putra Lembu Amiluhur (Jenggala), putra Resi Kentuyu, putra Gandihawan, putra Serima Punggung, putra Sila Jalu, putra Panca Deriya, putra Citra Suma, putra Suma Wicetra, putra Gendra Yana, putra Jaya Amijaya, putra Jaya Darma, putra Hudayana, putra Parikesit, putra Angka Wijaya, putra Arjuna, putra Pandu, putra Habi Washa, putra Pula Sara, putra Raden Sahri, putra Raden Sekutrem, putra Raden Sutopo, putra Raden Mana Wasa, putra Raden Mari Gena, putra Sang Hyang Trusthili, putra Seri Kati, putra Wisnu, putra Sang Hyang Guru hingga ke Nabi Adam AS.

Raden Arya Galuh memiliki dua orang anak, yaitu : Arya Penanggungan dan Ronggolawe.

Arya Penanggungan memiliki tiga orang anak, yaitu :
1). Arya Baribin
2). Arya Teja (Adipati Tuban
3). Ki Ageng Tarub

Arya Baribin memiliki dua orang anak, yaitu :
Raden Ayu Maduretno, dan Raden Jakandar (Sunan Bangkalan Madura).

Arya Teja (Adipati Tuban) memiliki dua orang anak, yaitu :
Dewi Candrawati (Diperistri oleh Sunan Ampel), dan Raden Sahur Tumenggung Wilatikta Tuban (Ayahanda Raden Syahid Sunan Kalijaga).

Ki Ageng Tarub memiliki tiga orang anak, yaitu :
1). Dewi Nawang Sih
2). Dewi Nawang Sasi
3). Dewi Nawang Arum

Dewi Nawang Sasi menikah dengan Raden Jakandar (Sunan Bangkalan) putra Arya Baribin memiliki dua orang anak, yaitu :
1). Dewi Hisah (Istrinya Sayyid Abdul Qodir Sunan Gunung Jati)
2). Dewi Hirah (Istrinya Raden Mahdum Ibrohim Sunan Bonang)

Dewi Nawang Arum menikah dengan Raden Sahur Tumenggung Wilatikta putra Arya Teja memiliki dua orang anak, yaitu :
Raden Syahid (Sunan Kalijaga), dan Dewi Sari (Istrinya Sunan Ngudung)

C. Silsilah dari Cempa

Raja Kuntara Cempa Kamboja memilki tiga orang anak, yaitu :
1). Dwarawati Murdaningrum (diperistri oleh Prabu Kartawijaya atau Prabu Brawijaya Majapahit)
2). Dewi Candra Wulan (diperistri oleh Maulana Malik Ibrohim Asmaraqandiy)
3). Raden Cingkara

D. Keturunan Maulana Malik Ibrohim Asmaraqandiy

Maulana Malik Ibrohim dengan Dewi Candra Wulan putrinya Raja Cingkara memiliki tiga orang anak, yaitu :
1). Raja Pendita
2). Raden Rahmat (Sunan Ampel)
3). Siti Zainab

Raja Pendita Menikah dengan Raden Ayu Madu Retno putrinya Arya Baribin memiliki tiga orang anak, yaitu :
1). Haji Utsman (Sunan Manyuran Mandalika)
2). Utsman Haji (Sunan Ngudung)
3). Nyai Gede Tanda

Raden Rahmat (Sunan Ampel) memiliki dua orng istri, yaitu :
Dewi Candrawti putinya Arya Teja Adipati Tuban, dan Dewi Karimah putrinya Ki Bang Kuning.

Dengan Dewi Candrawati beliau memiliki lima orang anak, yaitu :
1). Siti Syari’ah (Menikah dengan Haji Utsman Sunan Manyuran)
2). Siti Muthmainnah (Menikah dengan Sayyid Muhsin Sunan Wilis)
3). Siti Hafshah (Manikah dengan Sayyid Ahmad al-Yamaniy)
4). Raden Mahdum Ibrohim (Sunan Bonang)
5). Raden Qosim (Sunan Derajat Sidayu)

Dan dengan Dewi Karimah beliau memiliki dua putri, yaitu :
1). Dewi Murtasiyah (Menikah dengan Sunan Giri)
2). Dewi Murtasimah (Menikah dengan Raden Fatah Sultan Demak)

E. Keturunan Maulana Ishaq bin Sayyid Jamaluddin Husain

Maulana Ishaq berdakwah di daerah Pasai memiliki dua orang anak, yaitu :
Sayyid Abdul Qodir (Sunan Gunung Jati Cirebon) dan Dewi Saroh (diperistri oleh Sunan Kalijaga). Kemudian Maulana Ishaq berdakwah ke Blambangan Banyuwangi menikah dengan Dewi Sekar Dadu putrinya Minak Sembuyu Adipati Blambangan memiliki seorang putra yang bernama Raden Paku atau Raden Ainul Yaqin (Sunan Giri).

F. Silsilah Perpaduan Antara Asmaraqandiy dengan Jawa dan Cempa

1). Sunan Ngudung (Utsman Haji putra Raja Pendita putra Maulana Malik Ibrohim Asmaraqandiy) menikah dengan Dewi Sari putrinya Raden Sahur Tumenggung Wilatikta) memiliki dua orang anak, yaitu :
. Dewi Sujinah (Istrinya Sunan Muria)
. Raden Amir Haji (Sunan Kudus)

2). Sunan Bonang (Raden Mahdum Ibrohim) putra Sunan Ampel menikah dengan Dewi Hirah putrinya Raden Jakandar memiliki satu orang putri bernama Dewi Ruhil yang menikah dengan Amir Haji Sunan Kudus.

3). Sunan Gunung Jati (Sayyid Abdul Qodir putra Maulana Ishaq) menikah dengan Dewi Hisah putrinya Raden Jakandar memiliki dua orang anak, yaitu :
Sayyid Abdul Jalil (Syekh Siti Jenar Jepara), dan Dewi Shufiyah (Istrinya Raden Qosim Sunan Derajat)

4). Sunan Kalijaga (Raden Syahid) putra Raden Sahur (Tumenggung Wilatikta Tuban dengan Dewi Nawang Arum putrinya Ki Ageng Tarub), Raden Sahur putra Arya Teja (Adipati Tuban), putra Arya Penanggungan, putra Arya Galuh, putra Arya Randu Kuning, putra Arya Metahun, putra Arya Banjaran (Sudara Prabu Mundi Wangi Pajajaran dan sekaligus menjadi patih di kerajaannya), putra Mundi Sari (Pajajaran). Sunan Kalijaga menikah dengan Dewi Saroh putrinya Maulana Ishaq memiliki tiga orang anak, yaitu :
. Raden Sa’id (Sunan Muria)
. Dewi Ruqoiyah
. Dewi Shofiyah

G. Silsilah Keturunan Prabu Brawijaya V Raja Majapahit Terakhir

Prabu Brawijaya atau Kartawijaya atau Kertabhumi adalah putra dari Raden Suruh (Adipati Majalengka), putra Prabu Mundi Wangi (Raja Pajajaran), putra Mundi Sari, putra Raden Laliyan (Pajajaran), putra Rawis Renggo (Jenggala), dan untuk seterusnya lihat silsilah Raden Arya Galuh.
Prabu Brawijaya memiliki anak banyak sekali, karena di dalam satu riwayat diceritakan bahwa istrinya berjumlah lebih dari 25 orang. Dan adapun anaknya yang dapat disebutkan, maka beberapa diantaranya adalah :

Dari Istri Permaisuri adalah Raden Arya Damar (Adipati Palembang). Dari Istri Dwarawati Murdaningrum putrinya Raja Kuntara Cempa adalah :
1). Putri Hadiy (Istrinya Adipati Dayaningrat Pengging)
2). Raden Lembu Peteng (Madura)
3). Raden Gugur

Dari Istri Putri Cempa yang lain keturunan China putrinya Ma Hong Fu (Kyai Batong) adalah: Raden Jin Bun atau Raden Hasan atau Raden Fatah (Sultan Demak Bintara)
Dari Istri Ponorogo adalah : Betara Katung dan Adipati Luwanu.
Dari Istri Bagelain adalah : Raden Jaran Penoleh (Sampang Madura).

Raden Fatah (Sultan Demak) menikah dengan Dewi Murtasimah putrinya Sunan Ampel memiliki lima orang anak, yaitu :

1). Pangeran Purba
2). Pangeran Trenggana
3). Raden Bagus Sida Kali
4). Raden Kanduruhan
5). Dewi Ratih

Seperti inilah yang telah disebutkan oleh K.H. Bisyri Musthofa Rembang di dalam kitabnya yang berjudul Tarikh al-Auliya. Dan adapun menurut naskah babad dan serat disebutkan bahwa Raden Fatah memiliki tiga orang istri, yaitu :

1). Putri Sunan Ampel menjadi permaisuri utama, memiliki dua putra, yaitu : Pangeran Surya (Adipati Unus atau Pangeran Sabrang Lor), dan Pangeran Trenggana
2). Putri Raden Sanga, memiliki satu putra, yaitu Raden Kanduruwan
3). Putri Bupati Jipang Panolan, memiliki dua anak, yaitu : Pangeran Kikin (Pangeran Sekar Seda Lepen), dan Ratu Mas Nyawa.

http://infotekkom.wordpress.com
Read more...

Silsilah Sunan Gunung Jati

Nabi Muhammad SAW
Sayyidah Fatimah Az-Zahra
Sayyidina Ali bin Abu Tholib
Al-Imam Sayyidina Hussain
Sayyidina ‘Ali Zainal ‘Abidin
Sayyidina Muhammad Al Baqir
Sayyidina Ja’far As-Sodiq
Sayyid Al-Imam Ali Uradhi
Sayyid Muhammad An-Naqib
Sayyid ‘Isa Naqib Ar-Rumi
Ahmad al-Muhajir
Sayyid Al-Imam ‘Ubaidillah
Sayyid Alawi Awwal
Sayyid Muhammad Sohibus Saumi’ah
Sayyid Alawi Ats-Tsani
Sayyid Ali Kholi’ Qosim
Muhammad Sohib Mirbath (Hadhramaut)
Sayyid Alawi Ammil Faqih (Hadhramaut)
Sayyid Amir ‘Abdul Malik Al-Muhajir (Nasrabad, India)
Sayyid Abdullah Al-’Azhomatu Khan
Sayyid Ahmad Shah Jalal @ Ahmad Jalaludin Al-Khan
Sayyid Syaikh Jumadil Qubro @ Jamaluddin Akbar Al-Khan
Sayyid ‘Ali Nuruddin Al-Khan @ ‘Ali Nurul ‘Alam
Sayyid ‘Umadtuddin Abdullah Al-Khan
Sunan Gunung Jati @ Syarif Hidayatullah Al-Khan

SYARIF HIDAYATULLAH – SUNAN GUNUNG JATI berputera :

Ratu Ayu Pembayun
Pangeran Pasarean
Pangeran Jaya Lelana
Maulana Hasanuddin
Pangeran Bratakelana
Ratu Wianon
Pangeran Turusmi

PANGERAN HASANUDDIN – PANEMBAHAN SUROSOWAN (1552-1570) berputera :

Ratu Pembayun
Pangeran Yusuf
Pangeran Arya Japara
Pangeran Suniararas
Pangeran Pajajara
Pangeran Pringgalaya
Pangeran Sabrang Lor
Ratu Keben
Ratu Terpenter
Ratu Biru
Ratu Ayu Arsanengah
Pangeran Pajajaran Wado
Tumenggung Wilatikta
Ratu Ayu Kamudarage
Pangeran Sabrang Wetan

MAULANA YUSUF PANEMBAHAN PAKALANGAN GEDE (1570-1580) berputra :

Pangeran Arya Upapati
Pangeran Arya Adikara
Pangeran Arya Mandalika
Pangeran Arya Ranamanggala
Pangeran Arya Seminingrat
Ratu Demang
Ratu Pecatanda
Ratu Rangga
Ratu Ayu Wiyos
Ratu Manis
Pangeran Manduraraja
Pangeran Widara
Ratu Belimbing
Maulana Muhammad

MAULANA MUHAMMAD PANGERAN RATU ING BANTEN (1580-1596) berputra :

Pangeran Abdul Kadir

SULTAN ABUL MAFAKHIR MAHMUD ‘ABDUL KADIR KENARI (1596-1651) berputra :

Sultan ‘Abdul Maali Ahmad Kenari (Putra Mahkota)
Ratu Dewi
Ratu Ayu
Pangeran Arya Banten
Ratu Mirah
Pangeran Sudamanggala
Pangeran Ranamanggala
Ratu Belimbing
Ratu Gedong
Pangeran Arya Maduraja
Pangeran Kidul
Ratu Dalem
Ratu Lor
Pangeran Seminingrat
Ratu Kidul
Pangeran Arya Wiratmaka
Pangeran Arya Danuwangsa
Pangeran Arya Prabangsa
Pangeran Arya Wirasuta
Ratu Gading
Ratu Pandan
Pangeran Wirasmara
Ratu Sandi
Pangeran Arya Jayaningrat
Ratu Citra
Pangeran Arya Adiwangsa
Pangeran Arya Sutakusuma
Pangeran Arya Jayasantika
Ratu Hafsah
Ratu Pojok
Ratu Pacar
Ratu Bangsal
Ratu Salamah
Ratu Ratmala
Ratu Hasanah
Ratu Husaerah
Ratu Kelumpuk
Ratu Jiput
Ratu Wuragil

PUTRA MAHKOTA SULTAN ‘ABDUL MA’ALI AHMAD, berputera:

Abul Fath Abdul Fattah
Ratu Panenggak
Ratu Nengah
Pangeran Arya Elor
Ratu Wijil
Ratu Puspita
Pangeran Arya Ewaraja
Pangeran Arya Kidul
Ratu Tinumpuk
Ratu Inten
Pangeran Arya Dipanegara
Pangeran Arya Ardikusuma
Pangeran Arya Kulon
Pangeran Arya Wetan
Ratu Ayu Ingalengkadipura

SULTAN AGENG TIRTAYASA -’ABUL FATH ‘ABDUL FATTAH (1651-1672) berputra :

Sultan Haji
Pangeran Arya ‘abdul ‘Alim
Pangeran Arya Ingayudadipura
Pangeran Arya Purbaya
Pangeran Sugiri
Tubagus Rajasuta
Tubagus Rajaputra
Tubagus Husaen
Raden Mandaraka
Raden Saleh
Raden Rum
Raden Mesir
Raden Muhammad
Raden Muhsin
Tubagus Wetan
Tubagus Muhammad ‘Athif
Tubagus Abdul
Ratu Raja Mirah
Ratu Ayu
Ratu Kidul
Ratu Marta
Ratu Adi
Ratu Ummu
Ratu Hadijah
Ratu Habibah
Ratu Fatimah
Ratu Asyiqoh
Ratu Nasibah
Tubagus Kulon

SULTAN ABU NASR ABDUL KAHHAR – SULTAN HAJI (1672-1687) berputra :

Sultan Abdul Fadhl
Sultan Abul Mahasin
Pangeran Muhammad Thahir
Pangeran Fadhludin
Pangeran Ja’farrudin
Ratu Muhammad Alim
Ratu Rohimah
Ratu Hamimah
Pangeran Ksatrian
Ratu Mumbay (Ratu Bombay)

SULTAN ABUDUL FADHL (1687-1690) berputra :
- Tidak Memiliki Putera

SULTAN ABUL MAHASIN ZAINUL ABIDIN (1690-1733 ) berputra :

Sultan Muhammad Syifa
Sultan Muhammad Wasi’
Pangeran Yusuf
Pangeran Muhammad Shaleh
Ratu Samiyah
Ratu Komariyah
Pangeran Tumenggung
Pangeran Ardikusuma
Pangeran Anom Mohammad Nuh
Ratu Fatimah Putra
Ratu Badriyah
Pangeran Manduranagara
Pangeran Jaya Sentika
Ratu Jabariyah
Pangeran Abu Hassan
Pangeran Dipati Banten
Pangeran Ariya
Raden Nasut
Raden Maksaruddin
Pangeran Dipakusuma
Ratu Afifah
Ratu Siti Adirah
Ratu Safiqoh
Tubagus Wirakusuma
Tubagus Abdurrahman
Tubagus Mahaim
Raden Rauf
Tubagus Abdul Jalal
Ratu Hayati
Ratu Muhibbah
Raden Putera
Ratu Halimah
Tubagus Sahib
Ratu Sa’idah
Ratu Satijah
Ratu ‘Adawiyah
Tubagus Syarifuddin
Ratu ‘Afiyah Ratnaningrat
Tubagus Jamil
Tubagus Sa’jan
Tubagus Haji
Ratu Thoyibah
Ratu Khairiyah Kumudaningrat
Pangeran Rajaningrat
Tubagus Jahidi
Tubagus Abdul Aziz
Pangeran Rajasantika
Tubagus Kalamudin
Ratu Siti Sa’ban Kusumaningrat
Tubagus Abunasir
Raden Darmakusuma
Raden Hamid
Ratu Sifah
Ratu Minah
Ratu ‘Azizah
Ratu Sehah
Ratu Suba/Ruba
Tubagus Muhammad Said (Pg. Natabaya)

SULTAN MUHAMMAD SYIFA’ ZAINUL ARIFIN (1733-1750) berputra :

Sultan Muhammad ‘Arif
Ratu Ayu
Tubagus Hasannudin
Raden Raja Pangeran Rajasantika
Pangeran Muhammad Rajasantika
Ratu ‘Afiyah
Ratu Sa’diyah
Ratu Halimah
Tubagus Abu Khaer
Ratu Hayati
Tubagus Muhammad Shaleh

SULTAN SYARIFUDDIN ARTU WAKIL (1750-1752 )
- Tidak Berputera

SULTAN MUHAMMAD WASI’ ZAINUL ‘ALIMIN (1752-1753)
- Tidak Berputera

SULTAN MUHAMMAD ‘ARIF ZAINUL ASYIKIN (1753-1773) berputra :

Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliyudin
Sultan Muhyiddin Zainusholiohin
Pangeran Manggala
Pangeran Suralaya
Pangeran Suramanggala

SULTAN ABUL MAFAKHIR MUHAMMAD ALIYUDDIN (1773-1799) berputra :

Sultan Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin
Sultan Agilludin (Sultan Aliyuddin II)
Pangeran Darma
Pangeran Muhammad Abbas
Pangeran Musa
Pangeran Yali
Pangeran Ahmad

SULTAN MUHYIDDIN ZAINUSHOLIHIN (1799-1801) berputra :

Sultan Muhammad Shafiuddin

Sultan Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin (1801-1802)
Sultan Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803)
Sultan Agilludin (Sultan Aliyuddin II) (1803-1808)
Sultan Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809)
Sultan Muhammad Syafiuddin (1809-1813)
Sultan Muhammad Rafiuddin (1813-1820)

SEJARAH KEBUYUTAN BANTEN

PRABU DEWARATU PULO PANAITAN
PRABU LANGLANG BUANA GUNUNG LOR PULASARI
PRABU MUNDING KALANGON PUNCAK MANIK GUNUNG LOR PULASARI
PRABU SEDASAKTI TAJO POJOK
PRABU MANDITI GUNUNG KARANG
PRABU BANGKALENG CANGKANG
NYAIMAS RATU WIDARA PUTIH SERAM TENGAH LAUTAN
NYAIMAS DJONG
KYAI AGUS DJU
INDRA KUMALA GUNUNG KARANG PEPITU PAKUAN
MANIK KUMALA SUNGAI CIUJUNG

SEJARAH PERGURUAN PARA WALI TANAH BANTEN

SYEIKH MUHAMMAD SHOLEH GUNUNG SANTRI CILEGON
SYEIKH MUHAMMAD SHIHIB TAGAL PAPA MENGGER
SYEIKH ABDUL RO ’UF PARAJAGATI CINGENGE
SYEIKH ABDUL GHANI MENES
SYEIKH MAHDI CARINGIN LABUAN
SYEIKH ABDURROHMAN ASNAWI CARINGIN LABUAN
SYEIKH WALI DAWUD CINGINDANG LABUAN
SYEIKH KIYAI MACHDUM ABDUL DJALIL KALIMAH BARRONI GUNUNG RAMA SUKOWATI LABUAN
SYEIKH CINDRAWULUNG GUNUNG SINDUR TANGERANG
SYEIKH HAJI KAISAN
SYEIKH HAJI SILAIMAN GUNUNG SINDUR
SYEIKH KANJENG KYAI DALEM MUSTOFA GUNUNG SINDUR
SYEIKH KYAI BAGUS ATIK SULAIMAN CHOLIQ SERPONG

Sumber :http://walangkramat.wordpress.com
Read more...

Selasa, 19 Maret 2013

Silsilah Wali Songo



Nabi Muhammad SAW
Sayyidah Fatimah Az-Zahra
Sayyidina Ali bin Abu Tholib
Al-Imam Sayyidina Hussain
Sayyidina ‘Ali Zainal ‘Abidin
Sayyidina Muhammad Al Baqir
Sayyidina Ja’far As-Sodiq
Sayyid Al-Imam Ali Uradhi
Sayyid Muhammad An-Naqib
Sayyid ‘Isa Naqib Ar-Rumi
Ahmad al-Muhajir
Sayyid Al-Imam ‘Ubaidillah
Sayyid Alawi Awwal
Sayyid Muhammad Sohibus Saumi’ah
Sayyid Alawi Ats-Tsani
Sayyid Ali Kholi’ Qosim
Muhammad Sohib Mirbath
Sayyid Alawi Ammil Faqih (Hadhralmaut)
Sayyid Amir ‘Abdul Malik Al-Muhajir (Nasrabad, India)
Sayyid Abdullah Khan
Sayyid Ahmad Syah Jalal (Ahmad Jalaludin Al-Azhamat Khan, India)
















Read more...

Minggu, 10 Maret 2013

Ki Gede Miyono



Ki Ageng Dharmoyono (Ki Gede Miyono) adalah seorang pendatang, dari Tuban Jawa Timur, datang ke Miyono, pada waktu itu disebut Desa Tohyaning. Beliau merupakan cucu dari R. Ahmad Sahur Bupati Wilotikto Tuban, dan ibunya Dewi Sari (Sarifah) adik kandung Raden Sahid (Sunan Kalijaga). Ayah Ki Ageng Dharmoyono adalah bernama Empu Supo (Supo Madu Rangin), Kakeknya bernama Empu Supondriyo (Dharmokusumo) bin Maulana Ainul Yaqin (Sunan Giri).
Ki Ageng Dharmoyono sengaja pergi mengembara misi dakwah meninggalkan indahnya kehidupan dalam keraton dan meninggalkan pangkat, jabatan di pemerintahan Tuban, masuk kedunia sufi/Tasawuf.

Sebelum kedatangan Ki Ageng Dharmoyono, Tohyaning merupakan sebuah tempat yang diyakini masyarakat setempat menjadi pusat penyebaran agama Hindu, sekaligus pusat Pemerintahan sebuah kerajaan yang ada hubungannya dengan cerita rakyat Babad Tanah Jawa. Hal ini di buktikan dengan adanya temuan-temuan yang masih disimpan pengurus, diantaranya :
Beberapa Gares yang mirip lencana prajurit yang bertanda huruf C III, beberapa Arca, 1 Arca dari batu putih yang berbentuk seperti Dewi Durga, yang oleh Prambanan merupakan pujaan orang Hindu dibuat sekitar abad 8 – 13 Masehi, juga ditemukan bekas bangunan yang sekarang masih dibawah tanah, yang tersusun dari bata merah berukuran panjang 40 cm, lebar 20 cm, tebal 10 cm yang disusun rapi tanpa perekat (hanya pakai tanah liat).



Ki Ageng Dharmoyono datang di Desa Tohyaning (Telaga air jernih) atau Miyono sekitar abad ke 14 Masehi. Beliau datang ke Desa Miyono dengan tujuan dakwah menyebarkan Agama Islam dengan cara kejawen (Tatanan orang Jawa). Dan atas pertolongan Allah SWT. Disertai usaha yang gigih, Ki Ageng Dharmoyono berhasil merubah agama penduduk Miyono yang semula Hindu menjadi Islam, lama-kelamaan nama Miyono berubah menjadi Ki Anut (penduduk Miyono anut). Ki Ageng Dharmoyono terkenal dengan sesebutan Mbah Anut (sesepuh yang di anut/di ikuti). Beliau juga terkenal Ki Miyono/Ki Yono (Kyai Sakti yang mukim di Miyono).
Ki Ageng Dharmoyono (Ki Gede Miyono) ini merupakan seorang Waliyulloh yang punya kelebihan ilmu dan kepandaian, pendiam, kaya dan dermawan, dalam hal ini menurut pendapat Hadrotus Syeh Habib Muhammad Lutfi bin Ali Yahya Pekalongan, beliau memberi amanat kepada kami (Pengurus Makam, Tokoh Masyarakat & Tokoh Agama Desa Kayen) untuk mendirikan Masjid bernama “MASJID PEPUNDEN MIYONO” di sekitar lokasi Makam Ki Ageng Dharmoyono. Temu Silaturrahim pada hari Rabu Kliwon, 12 Mei 2010 / 26 Jumadilawal 1431 H. Dalam perjuangan menyebarkan Agama Islam di Miyono Desa/Kecamatan Kayen Pati Selatan dan sekitarnya , Ki Ageng Dharmoyono bersama 3 saudara/adiknya :

1. Ki Ageng Dharmoyoso Breganjing (Mbah Hyang Dharmoyoso Surgi Breganjing / Empu Breganjing Cengkalsewu) merupakan cikal bakal Desa Cengkalsewu (Empu Dharmoyoso mendapatkan hadiah tanah seribu jengkal dari Kerajaan Mataram yang akhirnya terkenal dengan sebutan Desa Cengkalsewu). Makam Ki Ageng Dharmoyoso berada di Dukuh Dermoyo Desa Cengkalsewu Kecamatan Sukolilo Kab. Pati sekitar 5 Km dari Makam Ki Ageng Dharmoyono Surgi ke arah barat. Sedangkan Haul Mbah Hyang Dharmoyoso Surgi Breganjing diperingati setiap tanggal 15 – 16 Bakdomulud/Rabiulakhir Tahun Hijriah.

2. Nyai Sombro (Nyai Branjung)dan
3. Joko Suro (Empu Suro). Makamnya di Kadilangu Demak berdekatan dengan ayahnya Empu Supo yaitu sebelah kanan sebelum masuk Gapuro Makam R. Sahid Kanjeng Sunan Kalijaga.

Peninggalan dan Jasa-jasa beliau adalah :
1. Menyebarkan Tauhid Ketuhanan, menyebarkan aqidah Islam tanpa meninggalkan ajaran kejawen sebagai penghormatan antara lain tingkep, Sedekah Orang Meninggal, Bakar kemenyan dsb.
2. Wejangan Ki Ageng Dharmoyono Surgi Miyono yang sangat terkenal yaitu “Keluar masuknya nafas ingat Allah” yang orang jawa dulu menyebut MBULLOH yang artinya “Mlebu Metune Nafas Eling Allah” sampai sekarang dijadikan nama pedukuhan yakni Dukuh Mbulloh.
3. Bersama dengan adik-adiknya membuat pusaka/gaman yang bisa dimanfaatkan oleh penduduk sekitar yaitu sabit suro, paku suro, lanjam suro, dll.
4. Beliau mennuah (menjadikan pusaka-pusaka) mempunyai kekuatan ghaib, yang diyakini warga bisa untuk sarana menolak hama, keselamatan dan sebagai piandel/kesaktian dll.
5. Dari berbagai sumber, Ki Ageng Dharmoyono Surgi/Ki Gede Miyono adalah paman Saridin yang mengasuh/momong Saridin semasa kecil hingga dewasa disebut Syeh Jangkung yang terkenal kesaktiannya dengan Lulang Kebo Landoh. Makamnya ada di Dukuh Landoh Desa Kayen 2 km arah barat dari Makam Jati Kembar sebutan Makam Mbah Hyang Dharmoyono Surgi Miyono.
Saridin/Syeh Jangkung anaknya Sunan Muria (R. Umar Said) Cucunya Sunan Kalijaga (R.Sahid). Sedangkan Raden Sahid adalah saudaranya Dewi Sari (Sarifah) ibunya Ki Ageng Dharmoyono, Empu Breganjing, Empu Sumbro dan Empu Suro. Sebagaimana Silsilah terlampir.
6. Terbukti banyak gupaan kerbau dan tempat pengembalaan kerbau di sekitar Makam Ki Ageng Dharmoyono Surgi (Makam Jati Kembar).

Makam Ki Ageng Dharmoyono (Ki Gede Miyono)mulai diperingati Tahun 1970 oleh : Mbah Hasan dan Bapak suwadi atas perintah Mbah Zaid Terban Kudus. Sebagai pelurusan sejarah dalam cerita seni budaya ketoprak Syeh Jangkung (Saridin) diasuh Ki Ageng Kiringan itu kurang benar. Sebab Ki Ageng Kiringan itu hidup pada masa Pakubuwono II + 1700, padahal Syeh Jangkung (Saridin) wafat tahun 1563 tepatnya tanggal 15 Rajab. Demikian yang dapat penulis uraikan terkait sejarah Ki Gede Miyono (Ki Ageng Dharmoyono Surgi) dan Saudara-saudaranya, kebenarannya penulis serahkan pada Allah SWT. Yang Maha Tahu.

Nara sumber :
1. Hadrotus Syeh Habib Muhammad Lutfi bin Ali Yahya Pekalongan;
2. R. KH. Ridwan Aziz Al Hafidz (Pengasuh Pondok Pesantren Darul Muqoddas & Penasehat Kraton Surakarta) dari Mbanger, Mojomulyo, Tambakromo Pati berdasarkan Kitab Syamsuddhahiroh Sayid Abdur Rohman;
3. KH. Nur Rohmat (Pengasuh Pondok Pesantren Al Isti’anah & Penasehat Pengurus Makam Mbah Syeh Jangkung Landoh Kayen) dari Plangitan Pati;
4. Penelitian dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP-3 ) Jawa Tengah di Prambanan 26 Agustus 2010 oleh Bp. Bagus Sujianto,SS;
5. Babat Landoh jilid II;
6. Cerita Rakyat turun-temurun;
7. Peta Lama Desa Kayen (gambar Repetisi/letak tanah)
8. Penelitian dari TIM Balai Arkeologi Yogyakarta (Rabu, 04 Mei 2011 : Kepala Bpk. Drs. Siswanto, Dra.TM. Rita Istari, Hery Priswanto,SS, Agni Sesaria,M.SS, Ferry Bagus).
9. Penulis/Penyusun : Nor Rohmani Anshori, S.Ag. PNS Peka Pontren pada Kantor Kementerian Agama Kab. Pati (Pengurus Hondodento Yogyakarta Cabang Pati, Pengurus Benda Cagar Budaya “MAKAM PRAGOLA PATI” Sani, Tamansari Tlogowungu Pati, & Pengurus Makam Ki Ageng Dharmoyoso Breganjing / Empu Breganjing Dk. Dermoyo Cengkalsewu Sukolilo Pati.
Read more...

Sabtu, 02 Maret 2013

Babad Tanah Leluhur


Saka Palwaguna . Murid kedua dari perguruan Goalarang. Tergabung dalam kelompok Ning Sewu. Menguasai ajian Kincir Metu hingga tingkat ke-8. Berwatak jujur, lugu dan lembut. Mencintai Intan Pandini sepenuh hati, tanpa pernah tahu jika adik seperguruannya, Anting Wulan, juga menaruh hati padanya. Dalam suatu insiden yang serba kebetulan, Intan Pandini tewas di tangan Anting Wulan, yang membuat Saka Palwaguna menaruh dendam pada adik seperguruannya. Dalam petualangannya, Saka Palwaguna hilang ingatan, dan jatuh bangun kasmaran pada seorang janda bernama Neng yang disangkanya Intan Pandini.

Kelak dendam pada anting Wulan berubah cinta, dan Saka Palwaguna berjodoh dengan Anting Wulan. Sebelum mengawini Anting Wulan, Saka Palwaguna menguasai ajian Jalasukma yang mampu melumpuhkan musuh tanpa melukai. Jalasukma adalah ilmu (kitab) yang diturunkan oleh Resi Sanatadharma kepada cucunya Anting Wulan, yang malah memberikannya kepada Saka Palwaguna sebagai prasyarat perkawinan. Anting Wulan. Murid paling bungsu dari kelompok Ning Sewu (setelah Seta Keling, Saka Palwaguna, dan Dampu Awuk). Menguasai Kincir Metu tingkat ke-6. Dalam suatu pertempuran akbar di Bukit Tengkorak melawan Jerangkong Hidup, Anting Wulan terperosok ke dalam goa bawah tanah dan mendapatkan salinan ajian Banyucakra buana di dinding goa. Hanya menguasai pembukaannya, ilmu Anting Wulan meningkat pesat.

Dalam pengembaraannya menghindari Saka Palwaguna (yang saat itu tengah mencari-carinya akibat salah paham yang menyebabkan tewasnya Intan Pandini kekasih Saka Palwaguna), Anting Wulan bentrok dengan Prabu Sana, yang menguasai Banyu cakra buana tingkat pertama, dan memiliki kujang Cakrabuana. Penasaran, Anting Wulan kembali ke goa bawah tanah di bukit tengkorak dan menguasai ajian Banyucakra buana tingkat ke dua. Melalui pengalaman gaib saat mendalami ajian Banyu cakra buana Anting Wulan bertemu dengan Dewi Laut Kidul yang kemudian menjadi guru dan penasehat spiritualnya. Dalam episode Rahasia Puncak Gunung Wukir Anting Wulan bersua dengan siluman ular emas dalam wujud pedang Ular Emas yang kelak menyengsarakan hidupnya, menghancurkan perkawinannya dengan Saka Palwaguna, dan membuatnya harus mengasingkan diri dan berganti nama menjadi Nyai Kembang Hitam.

Raden Purbaya, Putra mahkota kerajaan Karangsedana yang digulingkan. Terusir dari istana, Purbaya mengembara ditemani emban pengasuhnya yang setia, Cempaka. Sempat mengecap pendidikan' di padepokan Gua larang, Purbaya dan Cempaka diangkat murid oleh tokoh misterius bernama Mamang Kuraya. Dari tokoh ini, keduanya mendapatkan ilmu Semadi Dewa Gila (yang menjadi tandingan ilmu Kelelawar Sakti milik Jerangkong Hidup). Hal yang misterius dari diri Purbaya dan juga Cempaka adalah bahwa dalam keadaan terancam maut sosok penuh cahaya tiba-tiba bangkit dari dalam tubuh mereka dan menyelamatkan nyawa mereka. Tak kurang Reshi Amista, (penjahat paling berbahaya dalam serial ini, yang memiliki aji Panca wayang dan Rawarontek yang menyebabkan ia nyaris tak bisa mati) selalu bertekuk lutut oleh sosok cahaya penuh misteri yang bersemayam dalam tubuh Purbaya dan Cempaka ini. Kelak, diketahui bahwa sosok agung bercahaya dalam diri Purbaya adalah Sang Hyang Wishnu sementara dalam tubuh Cempaka sendiri bersemayam Nyai Pohaci (Dewi Sri).
Read more...

Ki Ageng Pandan Arang

Ki Ageng Pandan Arang adalah bupati pertama Semarang, yang diangkat oleh sultan Demak Bintara. Konon nama Semarang diberikan olehnya, karena di tempat ia tinggal ditumbuhi oleh pohon asam yang jarang-jarang (bahasa Jawa: asem arang). Tokoh ini juga dikenal sebagai penyebar Islam di daerah tersebut. Putranya dikenal dengan nama yang sama, namun kemudian lebih terkenal sebagai Sunan Bayat.

Tokoh ini berkedudukan di Pragota, yang sekarang adalah tempat bernama Bergota di kelurahan Randusari, Semarang Selatan. Dahulu Pragota berada sangat dekat dengan pantai, karena wilayah Kota Lama Semarang merupakan daratan baru yang terbentuk karena endapan dan proses pengangkatan kerak bumi. Tanah Semarang diberikan kepada Pandan Arang oleh Sultan Demak.

Asal-usul Pandan Arang tidak pasti, meskipun sebagian besar babad menyatakan bahwa ia adalah putra dari Panembahan Sabrang Lor (sultan kedua Kesultanan Demak) yang menolak tahta karena lebih suka memilih mendalami spiritualitas. Posisi sultan ketiga Demak kemudian diberikan kepada pamannya. Pendapat lain menyatakan bahwa ia adalah saudagar asing, mungkin dari Arab, Persia, atau Turki, yang meminta izin sultan Demak untuk berdagang dan menyebarkan Islam di daerah Pragota. Izin diberikan baginya di daerah sebelah barat Demak. Cerita lain bahkan menyebutkan ia adalah putra dari Brawijaya V, raja Majapahit terakhir, meskipun tidak ada bukti tertulis apa pun mengenainya. Makamnya terletak di wilayah Kelurahan Mugassari, Semarang Selatan.

Data Sejarah Dari catatan Al-Habib Bahruddin Azmatkhan Ba'alawi tahun 1979

Ki Ageng Pandan Arang adalah Sayyid Abdul Qadir yang lahir di Pasai, putra Maulana Ishaq. Beliau diangkat dengan arahan Sunan Giri yang merupakan saudara seayahnya untuk Menjadi Bupati Semarang yang pertama, dan bergelar Sunan Pandan arang.
istri Sunan Pandanaran I bernama Syarifah Pasai adik Pati Unus / Raden Abdul Qadir (Mantu Raden Patah Demak) putra Raden Muhammad Yunus dari Jepara putra seorang Muballigh pendatang dari Parsi yang dikenal dengan sebutan Syekh Khaliqul Idrus / Abdul Khaliq Al Idrus bin Syekh Muhammad Al Alsiy (wafat di Parsi) bin Syekh Abdul Muhyi Al Khayri (wafat di Palestina) bin Syekh Muhammad Akbar Al-Ansari (wafat di Madina) bin Syekh Abdul Wahhab (wafat di Mekkah) bin Syekh Yusuf Al Mukhrowi (wafat di Parsi) bin Imam Besar Hadramawt Syekh Muhammad Al Faqih Al Muqaddam.

Gelar-gelar Sayyid Abdul Qadir bin Maulana Ishaq :
1. Ki Ageng Pandan Arang, bupati pertama Semarang.
2. Sunan Pandanaran I
3. Maulana Islam
4. Sunan Semarang
Read more...

Perjalanan Sunan Bayat ke Jabalkat

Hari masih Pagi buta sebelum subuh, Sunan Bayat (Ki Ageng Pandanaran II) meninggalkan Istana diikuti istrinya dari belakang.
Dalam perjalanan ke Jabalkat Ki Ageng selalu berjalan di depan dan istrinya Nyi Ageng Kaliwungu jauh di belakang. Kota Semarang semakin jauh, ditengah perjalanan Ki Ageng dicegat dua perampok. Dengan keras dan sifatnya yg kasar mereka berteriak ; "Hai tuan.... Berhenti sebentar. Serahkan semua bekalmu...!" Ki Ageng menjawab : "Aku tak membawa apa-apa. Kalau kalian ingin harta, ambilah tongkat gading yg dibawa seorang wanita dibelakang didalamnya ada perhiasan dan berlian tapi jangan sekali-kali kalian mencelakainya karena dia Istriku ambil saja tongkatnya dan segeralah pergi. Tak lama kemudian lewatlah Nyi Ageng dengan membawa tongkat gadingnya, Dan perampok itu segera merebut tongkat gading yg berisi perhiasan itu. Nyi Ageng menangis sambil menyusul suaminya.

Karena sifatnya yg serakah perampok itu tidak puas dengan hasil rampasanya. Perampok itu ingin minta bekal yg dibawa Ki Ageng; bahkan kalau tidak diberi akan di bunuhnya. Ki Ageng berkata ; "Wong Salah kok isih Tega temen". (Orang salah kok masih tega). Kata-kata Salah Tega kemudian sampai sekarang menjadi nama kota SALA TIGA. Kemudian Ki Ageng berujar "Keterlaluan kau ini tindakanmu mengendus seperti Domba saja" , Seketika itu kepala dari sambang dalan nama dari salah satu perampok berubah wujud menjadi Domba. Mengetahui wajahnya menjadi domba Sambang dalan menangis dan menyesali atas perbuatanya dan berjanji akan mengabdi pada Ki Ageng. Sejak itulah beliau dijuluki Syeh Domba.
Konon perampok lainnya hanya rebah ketakutan ( Jawa : Ngewel) dan kepalanya berubah menjadi Ular, dan sejak itu beliau dinamai Syeh Kewel. Kedua-duanya menjadi santri setia bersama Sunan Bayat.

Perjalanan Ki Ageng dengan istrinya dan muridnya sangat jauh meninggalkan kota Semarang, namun Ki Ageng tetap tegap berjalan namun Nyi Ageng sudah loyo dan diikuti muridnya. Pada siang hari yg panas terik Ki Ageng berjalan tiada hirauan apa-apa, perjalanan Nyi Ageng tertinggal jauh; Lalu Nyi Ageng berkata" Karo bojo mbok Ojo Lali ...."(Jangan lupa sama istri) Nah sampai sekarang kota ini diberi nama BOYOLALI.

Kini perjalanan mereka telah sampai di suatu desa yg tidak jauh dari Jabalkat. Rombongan Ki Ageng melihat seorang perempuan tua yg membawa beras berjalan setengah berlari karena melihat rombongan Ki Ageng berjalan mengikutinya ; kemudian Ki Ageng bertanya : " Tunggu Nyai, kami cuma ingin bertanya dimanakah Jabalkat itu ?" Jawab perempuan itu : "Kurang lebih sepuluh kilo ke arah timur".
Kemudian Ki Ageng bertanya lagi "Apa yg kamu bawa itu Nyai?" perempuan itu menjawab bohong : "Namung wedi gusti" (Cuma pasir tuan) karena takut kalau bawaanya akan dirampok. Setelah rombongan Ki Ageng berlalu; perempuan itu merasa beras yg digendongnya terasa semakin berat, kemudian ia melihat bahwa beras itu sudah menjadi Pasir ; maka menyesallah ia karena mengetahui kejadian itu. Kemudian desa itu sampai sekarang telah menjadi Kecamatan, Namanya tetap kec. Wedi, yg menjadi wilayah Kabupaten Klaten.

Setelah meningalkan desa Wedi dan Jiwo hanya beberapa ratus meter sudah menginjak kaki gunung Jabalkat. Setelah sampai segera Ki Ageng naik ke atas gunung, setelah sampai di puncak Ki Ageng terdiam lama menunggu Sunan Kalijaga .; lalu Ki Ageng meminta petunjuk kepada Allah dan sesaat itu terlihatlah sosok tubuh serba hitam yg tak lain Sunan Kalijaga.
Mulai saat itu Ki Ageng tinggal di Jabalkat dan mendirikan Masjid disana'Karena Ki Ageng tekun dalam menjalani Agama, beliau diberi gelar Pangeran Tembayat / Sunan Bayat oleh Sunan Kalijaga.

Bagaimana kisah Syeh Domba dan Syeh Kewel ...? Mereka tetap setia kepada gurunya, mereka diberi tugas untuk mengisi Padasan (Tempat air wudlu); walau tugas itu sangat berat karena harus naik turun gunung untuk membawa air namun mereka tetap tabah dan tawakal, hingga pada suatu saat Sunan Kalijaga menanyakan pada Ki Ageng, "Kedua muridmu itu apakah memang kambing dan ular, atau manusia?"
Ki Ageng menjawab, "Sebenarnya mereka manusi juga." Usai berkata begitu, anehnya wujud Domba dan ular tadi kembali seperti manusia lagi. Alangkah bahagianya bekas perampok tadi.
Kini Syeh Domba dan Syeh Kewel semakin mantap berguru kepada Sunan Bayat, hingga wafatnya. Syeh Kewel dikubur di makam Sentana di desa Penengahan, sedangkan Syeh Domba di makamkan di Gunung Cakaran.
Read more...

Jumat, 01 Maret 2013

Raden Fatah

Menurut para Ulama' dan Habaib
[Data Sejarah Dari Al-Habib Hadi bin Abdullah Al-Haddar dan Al-Habib Bahruddin Azmatkhan Ba'alawi]
Sumber data yang benar dan disepakati oleh para Ulama' Islam adalah bahwa
1. Raden Fattah adalah murid dan menantu Sunan Ampel
2. Raden Fattah adalah Sayyid.

Bukti kesayyidan Raden Fattah, adalah:
1. Dinikahkan dengan Syarifah Asyiqah binti Sunan Ampel. Dalam perspektif Fiqih Munakahat dan Kafa'ah Syarifah. Maka seorang Syarifah hanya pantas menikah dengan sayyid. Mengenai hal ini para ulama' 4 Madzhab sepakat, bahwa Syarifah seharusnya menikah dengan sayyid.

2. Berdasarkan beberapa kesaksian dari para ulama' dan habaib. dijelaskan bahwa:Menurut Sayyid Bahruddin Ba'alawi, dan juga almarhum Habib Muhsin Alhaddar dan Al-Habib Hadi bin Abdullah Al-Haddar Banyuwangi menjelaskan bahwa Silsilah Raden Fattah mengalami pemutar balikan sejarah. Tokoh orientalis yang telah memutarbalikkan sejarah dan nasab Kesultanan Demak adalah Barros, Hendrik De Lame dll. Mereka ini adalah Orientalis Belanda yang berfaham Zionis.

Ayah Raden Fattah adalah Sultan Abu Abdullah (Wan Bo atau Raja Champa) ibni Ali Alam (Ali Nurul Alam ) ibni Jamaluddin Al-Husain ( Sayyid Hussein Jamadil Kubra) ibni Ahmad Syah Jalal ibni Abdullah ibni Abdul Malik ibni Alawi Amal Al-Faqih ibni Muhammad Syahib Mirbath ibni ‘Ali Khali’ Qasam ibni Alawi ibni Muhammad ibni Alawi ibni Al-Syeikh Ubaidillah ibni ahmad Muhajirullah ibni ‘Isa Al-Rumi ibni Muhammad Naqib ibni ‘Ali zainal Abidin ibni Al-Hussein ibni Sayyidatina Fatimah binti Rasulullah SAW .

Ayah Raden Patah yaitu Sultan Abu Abdullah (Wan Bo atau Raja Champa) ini menikah dengan Putri Brawijaya V (Bhre Kertabhumi).

Jadi pernikahan ini sesuai dengan Syariat Islam, karena seorang sayyid yaitu Sultan Abu Abdullah menikahi putri Brawijaya dan mengislamkannya.

Panggilan putra Brawijaya terhadap Raden Pattah. bukan berarti dalam arti anak. tetapi dalam bahasa JAWA ...Putra dipakai untuk memanggil anak, cucu, cicit dan keturunan.

Dalam Catatan beberapa Rabitah yang ada di Indonesia serta beberapa catatan para Habaib dan Kyai ahli nasab diriwayatkan bahwa:

Sayyid Abu Abullah (Wan Bo atau Raja Champa) memiliki istri:
1. Isteri Pertama adalah: Syarifah Zainab binti Sayyid Yusuf Asy-Syandani (Pattani Thailand) melahirkan 2 anak laki-laki: yaitu:
a. Sayyid Abul Muzhaffar, melahirkan para sultan Pattani, Kelantan lama dan Malaysia.
b. Sayyid Babullah, melahirkan Sultan-sultan Ternate.

2. Isteri kedua adalah Nyai Rara Santang binti Prabu Siliwangi Raja Pajajaran, melahirkan 2 anak, yaitu:
a. Sultan Nurullah (Raja Champa)
b. Syarif Hidayatullah (Raja Cirebon) bergelar Sunan Gunung Jati.

3. Istri ketiga adalah Nyai Condrowati binti Raja Brawijaya V, melahirkan 1 anak yaitu: Raden Patah yang bergelar Sultan Alam Akbar Al-Fattah. Gelar Akbar dinisbatkan pada gelar ayahnya yaitu Sultan Abu Abdullah (Wan Bo atau Raja Champa) ibni Ali Alam (Ali Nurul Alam ) ibni Jamaluddin Al-Husain ( Sayyid Hussein Jamadil Kubra atau Syekh Maulana Al-Akbar)

Cerita yang wajib diluruskan adalah:
1. Menurut Babad Tanah Jawi, Bahwa Raden Patah anak dari Brawijaya V yang menikahi Syarifah dari Champa yang bernama Ratu Dwarawati

Sanggahan saya:
Dalam ilmu Fiqih Islam, hal ini penghinaan terhadap Syarifah, karena tidak mungkin seorang syarifah dinikahkan kepada Raja Hindu. kalao toh masuk Islam. Maka tidak mungkin syarifah menikah dengan muallaf.

2. Menurut kronik Cina dari kuil Sam Po Kong, Ibu Raden Patah adalah Selir Brawijaya dari Cina. Lalu selir tersebut dicerai dan dinikahkan kepada anak brawijaya yang menjadi Adipati Palembang.

Sanggahan Saya:
Jelas sekali kisah ini bertentangan dengan syariat Islam. Dan tidak layak dinisbatkan kepada ibu dari Raden Patah. Haram hukumnya Istri ayah meskipun telah dicerai dinikahkan dengan anak yang lain.


*Note : by Nurfadhil Azmatkhan Al-Husaini dengan tulisan ini menunjukkan pula bahwa =
1. Walisongo & kerabat pada masa lalu juga kerap kali menjaga & mengutamakan Kafa'ah..
2. Meluruskan pula sejarah Sunan Gunung Jati yang selama ini nasabnya benar & jelas namun dikisahkan sebagai putra Raja Mesir Abdullah.. padahal Abdullah merupakan Raja Champa seperti data di atas; hal ini dikarenakan.. Sunan Gunung Jati sbg putra seorang Raja, ketika berdakwah ke nusantara, sebelumnya sempat belajar & berdakwah dari Mesir.. sehingga disangka sbg putra Raja Mesir.. Hal ini sudah kami cek dalam sejarah daftar penguasa Mesir pada jaman itu, tdk tercatat nama Syarif Abdullah.. sedangkan dalam sejarah Melayu, Pattani & Champa .. hal ini dikenal jelas.. dan diakui ulama ahli nasab.. Penulisan kisah sunan Gunung Jati sbg putra Raja Mesir berasal dari distorsi komunikasi mulut ke mulut yang kemudian dicatat dalam Babad sekitar 200 tahun kemudian dari masa kehidupan Sunan Gunung Jati.. dan kemungkinan besar terkait dengan campur tangan penjajah dalam mengaburkan sejarah para penyebar Islam nusantara
Read more...

Sunan Ngudung

Nama asli Sunan Ngudung adalah Raden Usman Haji, putra Sunan Gresik kakak Sunan Ampel. Atau dengan kata lain, ia masih sepupu Sunan Bonang. Sunan Ngudung menikah dengan Nyi Ageng Maloka putri Sunan Ampel. Dari perkawinan tersebut lahir Raden Amir Haji, yang juga bernama Jakfar Shadiq alias Sunan Kudus.
Sunan Ngudung diangkat sebagai imam Masjid Demak menggantikan Sunan Bonang sekitar tahun 1520. Selain itu ia juga tergabung dalam anggota dewan Walisanga, yaitu suatu majelis dakwah agama Islam di Pulau Jawa.

Naskah-naskah babad, misalnya Babad Demak atau Babad Majapahit lan Para Wali mengisahkan Sunan Ngudung tewas ketika memimpin pasukan Kesultanan Demak dalam perang melawan Kerajaan Majapahit.
Menurut naskah-naskah legenda tersebut, perang antara dua kerajaan ini terjadi pada tahun 1478. Kesultanan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah melawan Kerajaan Majapahit yang untuk menengakkan keadilan. karena pada tahun itu Brawijaya V atao Bhre Kertabhumi diserang oleh Girindra wardhana yang di tanai dengan condro sengkala Sirna Ilang Kertaning bumi atau 1440 Saka/ 1478 M. sedang pada saat diserang oleh Girindrawardhana Bhre Kertabhumi menyelamatkan diri ke Gunung Lawu.

Sunan Ngudung diangkat sebagai panglima perang menghadapi musuh yang dipimpin oleh Raden Kusen, adik tiri Raden Patah sendiri yang menjabat sebagai adipati Terung (dekat Krian, Sidoarjo). Raden Kusen merupakan seorang muslim namun tetap setia terhadap Majapahit. Dalam perang tersebut Sunan Ngudung memakai baju perang bernama Kyai Antakusuma (sekarang disebut Kyai Gondil). Baju pusaka itu diperoleh Sunan Kalijaga dan konon merupakan baju perang milik Nabi Muhammad.

Sunan Ngudung dalam pertempuran itu gugur sebagai syahid.
Jabatan Sunan Ngudung sebagai panglima perang kemudian digantikan oleh Sunan Kudus. Di bawah kepemimpinannya pihak Demak berhasil mengalahkan Majapahit.

Menurut prasasti Trailokyapuri diketahui bahwa Majapahit runtuh bukan akibat serangan Demak melainkan karena perang saudara melawan keluarga Girindrawardhana. Namun siapa nama raja Majapahit saat itu tidak disebutkan dengan jelas.Pararton menyebut nama Bhre Kertabhumi sebagai raja terakhir Majapahit yang dikalahkan oleh Girindrawardhana yang kemudian Bhre Kertabhumi menyelamatkan diri ke Gunung Lawu.

Setelah penyerangan inilah kemudian Raden fattah (adipati demak yang kemudian menjadi sultan Demak)mengumpulkan bala tentara untuk membantu Bhre Kertabhumi Ayahnya yang telah diserang majapahit. namun dalam penyerangan Raden Fattah mengalami kekalahan.Setelah kekalahan ini Para dewan wali menyarankan radenn fattah untuk meneruskan pembangunan masjid demak.

Pada tahun 1481 M Raden Fattah mengirimkan tentara lagi untuk menyerang Girindrawardahana di majaphit. Pada serangan ini Raden Fattah memperoleh kemenangan sehingga Majapahit takluk dibawah Raden Fattah. pada tahun 1982 Raden Fattah dilantik menjadi Sultan demak.

Naskah Hikayat Hasanuddin menyebutkan pada tahun 1524 imam Masjid Demak yang bernama Pangeran Rahmatullah tewas ketika memimpin perang melawan Majapahit. Tokoh ini kemungkinan besar identik dengan Sunan Ngudung. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kematian Sunan Ngudung terjadi pada tahun 1524, bukan 1478 sebagaimana yang tertulis dalam naskah babad.
Read more...

Sunan Tembayat

Terdapat paling tidak empat versi mengenai asal-usulnya, namun semua sepakat bahwa ia adalah putra dari Ki Ageng Pandan Arang, bupati pertama Semarang. Sepeninggal Ki Ageng Pandan Arang, putranya, Pangeran Mangkubumi atau disebut juga Pandanaran II, menggantikannya sebagai bupati Semarang kedua. Beliau menjalankan pemerintahan dengan baik dan selalu patuh dengan ajaran – ajaran Islam seperti halnya mendiang ayahnya. Namun lama-kelamaan terjadilah perubahan. Ia yang dulunya sangat baik itu menjadi semakin pudar, Tugas-tugas pemerintahan sering pula dilalaikan.

[Data Sejarah Dari catatan Al-Habib Bahruddin Azmatkhan Ba'alawi
Oleh : Habibullah Ba-Alawi Al-Husaini
Dalam Forum diskusi Group Majelis Dakwah Wali Songo

Nama asli Sunan Bayat : Sayyid Maulana Muhammad Hidayatullah

Nama Lain / Gelar-gelar Sunan Bayat adalah:
1. Pangeran Mangkubumi
2. Susuhunan Tembayat
3. Sunan Pandanaran (II)
4. Wahyu Widayat

Beliau Hidup pada masa Kesultanan Demak dan Giri Kedathon (Pad abad ke-16 M, di era Kesultanan Demak tersebut, Jabatan penasehat Sultan dipegang oleh Sunan Giri, Dan Sunan Giri mendirikan Kerajaan di daerah Giri Gresik dengan nama Giri Kedathon dan merupakan Kerajaan bagian dari kesultanan Demak)

Alkisah:
Pada suatu hari yang cerah Bupati ini sedang duduk asyik dengan istri-istrinya, melihat keretanya yg bagus dan kudanya yg besar2, karena keasyikan hari tak terasa sudah siang; seperti biasa tukang rumput datang untuk menjual rumputnya, lalu menawarkan rumput itu pada Bupati. Kata Tukang Rumput : "Kanjeng ini saya bawakan rumput bagus, maukah Kanjeng membelinya?"
"Ya.... Saya mau asal rumput kamu bagus," Sahut bupati. Setelah dilihat rumputnya dan tawar menawar, harganya sudah disepakati 2 keping, lalu rumput dibawa masuk, sampai kandang kuda rumput dilihat dan alangkah terkejutnya ia karena di dalam Keranjang rumput itu ada bongkahan emas yg cukup besar.

Setelah kedatangan Tukang rumput ini, Bupati selalu teringat pada emas yg ada didalam rumput itu. Pada keesokan harinya Tukang rumput ini datang lagi membawa rumput dan memberikan pada Bupati, Setelah dilihat bagus, Bupati ini bertanya; _"Rumput dari mana ini pak ?"
"Dari Jabalkat... !" sahut Tukang rumput.
Kemudian rumput dibawa masuk, sampai didalam rumput dilihat dan alangkah terkejutnya lagi Bupati ini, dalam rumput ada bongkahan emas yg lebih besar dari yg kemarin. Singkat cerita, setelah kejadian itu beberapa hari Tukang rumput itu tidak pernah datang lagi. Pada suatu hari Bupati punya hajatan; pada hajatan ini yg di undang hanya orang2 kaya saja.
Hajatan ini sangat meriah sekali, waktu penyambutan dimulai, Bupati terkejut melihat Tukang rumput ini ada di tengah2 para tamu, ia memakai pakaian serba hitam dan kelihatan jelek, masuknya tukang rumput itu tidak ada yg tahu.

Bupati marah dan berkata; _"Hai pak rumput tidak saya undang kok ada disini, masuk dari mana kamu",
"Dari depan Kanjeng", Sahut tukang rumput itu. Bupati terus marah, tukang rumput hanya diam saja dan disuruh keluar dan ditempatkan di emperan kandang kuda. Tukang rumput berkata dalam hati; Sangat membedakan sekali Bupati ini dengan sesama, Orang saya sudah masuk, malah disuruh keluar dan ditempatkan yg tidak senonoh hingga hajatan selesai.
Pada keesokan harinya tukang rumput datang akan mengambil topi yg ditaruh di kandang kuda ; Bupati melihat dan bertanya; _"Mana Pak rumputnya";
"Habis Kanjeng" sahut tukang rumput. Bupati marah2 dan sampai pada pertengkaran mulut antara Bupati dan Tukang rumput." Tukang rumput berkata;
"Tamak sekali orang ini, Pada pertengkaran ini Bupati berucap; _"Kalau aku kalah kaya dengan kamu, aku akan menurut perintahmu dan akan meninggalkan hartaku.
Rupanya kata2 itu yg ditunggu2 Tukang rumput ini, tepat pada waktu itu tukang rumpu berdiri dan di sebelahnya ada cangkul, dan cangkul itu diayunkan 3 x dan kemudian Tanah yg dicangkul itu berubah seketika menjadi emas yg berkilauan dan berkata Tukang rumput; _"Ambilah emas ini kalau kamu mau".
Dengan perasaan takut dan heran Bupati terdiam sejenak, dalam benaknya ia berkata , Orang ini pasti bukan orang sembarangan lalu ia bertanya;.
"Siapakah Bapak ini sebenarnya"?

"Aku Sunan Kalijaga" sahutnya.

Segera Sang Bupati memohon maaf atas kelancangannya dan bersimpuh di bawah kaki Sunan Kalijaga seraya ia berkata; "Kanjeng Sunan bolehkah aku mengabdi kepadamu?". Sunan Kalijaga : "Silahkan, namun ada syaratnya untuk menjadi muridku".
1. Segeralah bertaubat dan jangan lagi menghambakan diri dengan harta duniawi, serta sebarkanlah Agama Islam keseluruh kota Semarang
2. Kau harus mendirikan Mesjid yg selalu diiringi bedhug yg berbunyi setiap waktu Sholat tiba
3. Kau harus membagikan hartamu pada fakir miskin
4. Menghidupkan lampu di rumah guru (Sunan Kalijaga)
Setelah kesemuanya kau lakukan segeralah mencariku di Jabakat di daerah Tembayat adapun nama saya disana adalah Syeh Malaya".
Setelah berkata begitu Sunan Kalijaga menghilang entah kemana. Padang Aran pun menyesal karena orang yg dihinanya ternyata adalah seorang Sunan.
Kemudian Sang bupati menceritakan apa yg di alaminya kepada istrinya dan mengutarakan maksud untuk mengikuti Sunan Kalijaga di Jabalkat.
Kalau Nyai mau ikut tak Usah membawa apa2 karena harta sudah tidak ada artinya bagiku ; Pesan Sang bupati pada Istrinya.
Read more...