Jumat, 10 Desember 2010

Tempurung Buat Ibu Dan Bapak

Tadinya mereka tidak terlalu rusuh dengan kehadiran ibu tua itu. Sebagai seorang anak yang merasa dilahirkan dari rahim ibunya, Hasan tidak tega membiarkan ibunya hidup terpisah semenjak bapak Hasan meninggal. Istrinya juga tidak keberatan, apalagi perempuan itu merasakan sangat besar kegunaan mertuanya di rumah. Ibu itu masih bisa membantu-bantu pekerjaan rumah tangganya sehingga tertolong sedikit meskipun ia tidak punya pembantu.

Namun semenjak hamilnya makin besar dan dilihatnya si ibu mertua tambah parah batuknya, dadanya kian kempis dan pernah memuntahkan darah, Nazulah mulai bingung. Kalau ibu yang sakit paru-paru itu tidak segera diungsikan, maka ia kautir penyakitnya akan menular dan membahayakan anaknya yang bakal lahir.

Maka, setelah merasa hampir dekat melahirkan, Nazulah berkata kepada suaminya,"Bang, sakit biu ternyata penyakit yang menular. Jadi kita harus mencarikan jalan supaya anak kita nanti jangan bergaul dengannya." Hasan kaget mendengar bicara istrinya ini. "Maksudmu?". "Kita harus berpisah dari ibu," jawab Nazulah.

Hasan termenung mendengar permintaan istrinya. Sebetulnya ia merasa berat terhadap ibunya, namun karena Nazulah mendesak terus, dan ia menganggap alasan istinya cukup kuat, terutama demi anak mereka, maka Hasan membuat gubuk kecil di pekarangan belakang rumah. Dengan perasaan yang masygul ia menyuruh ibunya pindah, tinggal di gubuk itu.

Ibu itu adalah seorang mertua dan nenek yang baik, Ia tahu diri. Ia menganggap umurnya adalah sisa-sisa kesenangan hidup yang pernah dinikmatinya. Maka tanpa sedih sedikitpun Ia pindah ke gubuk itu.

Mula-mula segala kebutuhan perempuan itu masih diperhatikan sekali. Namun, sesudah anak mereka makin besar, Hasan dan istrinya hanya mengingat Maqbullah, anaknya. Seluruh perhatiannya cuma ditumpahkan kepada anak yang manis dan pintar itu. Sampai nasib ibu tua di gubuk itu sering terlantar. Piring dan gelas buat makan atau minumnya sudah lama pecah, tetapi Nazulah lupa menggantinya dengan yang lain.

Sehingga untuk makan dan minumnya si nenek terpaksa mencari tempurung kelapa. Adapun Nazulah sama sekali melarang anaknya dekat-dekat dengan gubuk yang terdapat di belakang rumah. Dalam usia tiga tahun itu MAqbullah tidak tahu bahwa yang tinggal di gubuk itu adalah neneknya sendiri. Sebab ia akan dimarahi oleh bapak dan ibunya kalau bermain-main mendekati tempat itu.

Namun pada suatu hari Maqbullah berhasil masuk ke sana, karena kebetulan hari itu bapak dan ibunya tidak di rumah. Dengan mengendap-endap ia mengintip melalui lubang pintu. Dilihatnya ada seorang perempuan tua sedang duduk di atas dipan rombeng. Rambutnya sudah putih semua, badannya bungkuk. Dasar Maqbullah seorang anak yang berani, melihat pemandangan itu bukannya takut, malah dia gembira. Dengan mulutnya yang kecil itu ia memanggil-manggil. "Nek. nenek tua, bukakan pintu nek>"

Alangkah gembiranya wajah nenek itu di dalam gubuknya. Tiba-tiba darah segar membersit memerahkan warna mukanya. Matanya bersinar lantaran suara itulah yang selama ini dirindukannya. Sambil terseok-seok ia berjalan ke pintu, lantas di bukanya. "Siapa kamu, nak?" tanya nenek itu.

"Bullah," jawab si anak itu. "Oh, cucuku. Di mana bapak dan ibumu?" "Pergi," sahut Maqbullah. "Pergi ke mana?" tanya si nenek tambah gembira. "Jauh," jawab Maqbullah. "Saya ingin masuk, Nek."

Betapa bahagianya nenek itu dapat menggandeng cucunya memasuki gubuk tersebut. Hingga tengah hari Bulah bermain-main di situ. Rupanya anak kecil itu haus. Ia meminta kepada neneknya,"Nek,minum..." Si nenek mengambil tempurung kelapa."Nenek tidak punya gelas. Nenek hanya punya ini buat minum".

Anak itu heran. "Memang nenek ini siapa sih, tidak punya gelas?". "Aku adalah nenekmu, ibu bapakmu." "Kenapa tidak punya gelas?", "Orang tua tidak boleh pakai gelas...."

Demikianlah ketika sudah puas bermain-main di situ, Maqbullah permisi pulang. Untung waktu itu Hasan dan istrinya belum kembali. Jika sudah, pastilah si nenek yang akan dimarahinya.

Peristiwa itu sudah dua hari terjadi, tatkala mereka bertiga berjalan-jalan melihat-lihat kota. Pada suatu tempat di pinggir jalan, ada selokan kotor. Di dalam selokan tersebut ada sebuah tempurung kelapa yang tersangkut di pinggir. Melihat tempurung itu Maqbullah memaksa minta diambilkan. Setelah Hasan mengambil dan membersihkan tempurung itu, Nazulah bertanya kepada anaknya,"buat apa Bulah minta tempurung ini?"

Tanpa berpikir si anak menjawab,"buat tempat minum ibu kalau ibu sudah tua." Terkejut Hasan dan istrinya mendengar jawaban ini. Mereka bertanya,"Mengapa begitu?" "Nenek Bulah yang tinggal di gubuk itu juga di kasih makan dan minum pakai tempurung. Entar kalau Bulah sudah besar dan ibu sudah tua, Bulah akan kasih tempurung buat ibu, dan dibuatkan gubuk jelek buat tidur ibu."

Mendengar jawaban itu sadarlah Hasan dan Nazulah akan kelakuan mereka. Tiba-tiba mereka takut akan ancaman Tuhan terhadap anak yang durhaka. Maka mereka segera merubah sikapnya terhadap orang tuanya, di ajak kembali dan di beri perawatan kesehatan atas penyakitnya.

Sumber: 30 Kisah Teladan, Pengarang : KH Abdurrahman Arroisi. Penerbit : Pt Remaja Rosdakarya, Bandung.
Read more...

Kamis, 09 Desember 2010

Kisah Pemuda Beribu-Bapakkan Babi

Nabi Musa adalah satu-satunya Nabi yang boleh bercakap terus dengan Allah S.W.T Setiap kali dia hendak bermunajat, Nabi Musa akan naik ke Bukit Tursina. Di atas bukit itulah dia akan bercakap dengan Allah. Nabi Musa sering bertanya dan Allah akan menjawab pada waktu itu juga. Inilah kelebihannya yang tidak ada pada nabi-nabi lain. Suatu hari Nabi Musa telah bertanya kepada Allah. "Ya Allah, siapakah orang di syurga nanti yang akan berjiran dengan aku?".

Allah pun menjawab dengan mengatakan nama orang itu, kampung serta tempat tinggalnya. Setelah mendapat jawapan, Nabi Musa turun dari Bukit Tursina dan terus berjalan mengikut tempat yang diberitahu. Setelah beberapa hari di dalam perjalanan akhirnya sampai juga Nabi Musa ke tempat berkenaan. Dengan pertolongan beberapa orang penduduk di situ, beliau berjaya bertemu dengan orang tersebut. Setelah memberi salam beliau dipersilakan masuk dan duduk di ruang tamu.

Tuan rumah itu tidak melayani Nabi Musa. Dia masuk ke dalam bilik dan melakukan sesuatu di dalam. Sebentar kemudian dia keluar sambil membawa seekor babi betina yang besar. Babi itu didukungnya dengan cermat. Nabi Musa terkejut melihatnya. "Apa hal ini?, kata Nabi Musa berbisik dalam hatinya penuh keheranan.

Babi itu dibersihkan dan dimandikan dengan baik. Setelah itu babi itu dilap sampai kering serta dipeluk cium kemudian dihantar semula ke dalam bilik. Tidak lama kemudian dia keluar sekali lagi dengan membawa pula seekor babi jantan yang lebih besar. Babi itu juga dimandikan dan dibersihkan. Kemudian dilap hingga kering dan dipeluk serta cium dengan penuh kasih sayang. Babi itu kemudiannya dihantar semula ke bilik.

Selesai kerjanya barulah dia melayani Nabi Musa. "Wahai saudara! Apa agama kamu?". "Aku agama Tauhid", jawab pemuda itu yaitu agama Islam. "Habis, mengapa kamu membela babi? Kita tidak boleh berbuat begitu." Kata Nabi Musa. "Wahai tuan hamba", kata pemuda itu. "Sebenarnya kedua babi itu adalah ibu bapa kandungku. Oleh kerana mereka telah melakukan dosa yang besar, Allah telah menukarkan rupa mereka menjadi babi yang hodoh rupanya. Soal dosa mereka dengan Allah itu soal lain. Itu urusannya dengan Allah. Aku sebagai anaknya tetap melaksanakan kewajibanku sebagai anak.

Hari-hari aku berbakti kepada kedua ibu bapaku sepertimana yang tuan hamba lihat tadi. Walaupun rupa mereka sudah menajdi babi, aku tetap melaksanakan tugasku.", sambungnya. "Setiap hari aku berdoa kepada Allah agar mereka diampunkan. Aku bermohon supaya Allah menukarkan wajah mereka menjadi manusia yang sebenar, tetapi Allah masih belum memakbulkan lagi.", tambah pemuda itu lagi.

Maka ketika itu juga Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Musa a.s. 'Wahai Musa, inilah orang yang akan berjiran dengan kamu di Syurga nanti, hasil baktinya yang sangat tinggi kepada kedua ibu bapanya. Ibu bapanya yang sudah buruk dengan rupa babi pun dia berbakti juga. Oleh itu Kami naikkan maqamnya sebagai anak soleh disisi Kami."

Allah juga berfirman lagi yang bermaksud : "Oleh kerana dia telah berada di maqam anak yang soleh disisi Kami, maka Kami angkat doanya. Tempat kedua ibu bapanya yang Kami sediakan di dalam neraka telah Kami pindahkan ke dalam syurga." Itulah berkat anak yang soleh. Doa anak yang soleh dapat menebus dosa ibu bapa yang akan masuk ke dalam neraka pindah ke syurga. Ini juga hendaklah dengan syarat dia berbakti kepada ibu bapanya. Walaupun hingga ke peringkat rupa ayah dan ibunya seperti babi. Mudah-mudahan ibu bapa kita mendapat tempat yang baik di akhirat kelak.

Walau bagaimana buruk sekali pun perangai kedua ibubapa kita itu bukan urusan kita, urusan kita ialah menjaga mereka dengan penuh kasih sayang sebagaimana mereka menjaga kita sewaktu kecil hingga dewasa. Walau banyak mana sekali pun dosa yang mereka lakukan, itu juga bukan urusan kita, urusan kita ialah meminta ampun kepada Allah S.W.T supaya kedua ibubapa kita diampuni Allah S.W.T.

Doa anak yang soleh akan membantu kedua ibubapanya mendapat tempat yang baik di akhirat, inilah yang dinanti-nantikan oleh para ibubapa di alam kubur. Arti sayang seorang anak kepada ibu dan bapanya bukan melalui hantaran wang ringgit, tetapi sayang seorang anak pada kedua ibubapanya ialah dengan doanya supaya kedua ibubapanya mendapat tempat yang terbaik di sisi Allah. Untuk mengetahui lebih mendalam kisah alam akhirat sila dapatkan buku terbitan syarikat Nurulhas yang berjudul: BILA IZRAIL A.S. DATANG MEMANGGIL
Read more...

Rabu, 08 Desember 2010

Saudara Kembar Setan

Ada seorang laki-laki yang sudah lama menikah tapi belum juga mempunyai keturunan. Sudah bertahun-tahun ia ingin memiliki anak, tapi niatnya itu belum tercapai juga. Ia telah melakukan berbagai ikhtiar agar cita-citanya mempunyai anak dapat terwujud. Berbagai nadzar telah ia ucapkan, namun tetap saja anak yang diidam-idamkan tak kunjung hadir.

Entah karena putus asa atau karena nekad, suatu hari ia dengan kesal mengucapkan nadzar: “Seandainya aku dikaruniai anak oleh Allah, aku akan bersedekah kepada saudara-saudaranya syaithan masing-masing 50 Dinar…!” Wallahu a’lam, apakah karena nadzarnya itu ataukah sebab memang sudah menjadi kehendak Allah, tak lama kemudian istrinya hamil dan melahirkan seorang putra yang sehat dan tampan. Betapa gembiranya hati laki-laki itu beserta istrinya dengan kehadiran anggota baru dalam keluarga mereka. Dengan penuh cinta dan kasih sayang mereka merawat putra mereka tersebut. Laki-laki itu telah melupakan nadzar yang pernah ia ucapkan.

Pada suatu malam, laki-laki tersebut mimpi bertemu setan di dalam tidurnya. Setan berkata kepadanya, “Wahai fulan, jangan lupakan nadzarmu untuk bersedekah kepada saudara-saudaraku!”

Laki-laki itu lantas bertanya kepada setan, “Siapakah saudara-saudaramu?” Setan menjawab, “Carilah pezina, pemabuk, penjudi, pendurhaka kepada kedua orangtua dan orang yang bakhil lagi serakah karena mereka itulah saudara-saudaraku.” Setelah terbangun dari tidurnya, tanpa berpikir panjang lagi langsung ia mengambil uangnya dan melangkah mencari saudara-saudaranya setan yang disebutkan dalam mimpi. Ia mencari diantara tetangganya, tetapi tak ia temukan. Akhirnya ia berjalan menuju desa sebelah.

Orang pertama yang ditemuinya adalah pezina. Ketika disodorkan uang sebanyak 50 Dinar, pezina itu keheranan dan bertanya, “Dalam rangka apa engkau memberiku uang ini?” Laki-laki itu lalu mengisahkan nadzar dan mimpinya. Mendengar cerita laki-laki itu, sang pezina langsung saja bersujud, menangis dan bertaubat kepada Allah. Ia berniat untuk tidak mengulangi pekerjaannya karena tidak mau disebut sebagai saudaranya setan. Uang 50 Dinar pun ditolaknya.

Orang kedua yang ditemui laki-laki itu adalah pemabuk. Ketika si laki-laki menyodorkan uang 50 Dinar, sang pemabuk pun bertanya apa maksud dari pemberian ini, “Mengapa engkau memberikan uang sebanyak ini padaku padahal aku adalah seorang pemabuk yang suka menghamburkan uang untuk membeli minuman keras?” laki-laki tersebut menjawab, “Justru karena itulah aku ingin memberimu uang ini.” Ia lalu memceritakan nadzar dan mimpinya. Mendengar penuturan si laki-laki, sang pemabuk pun lalu tersungkur lemas, bersujud dan tak henti-hentinya ia mengucapkan kalimat istighfar (permohonan ampun). Uang 50 Dinar ia enggan menerimanya pula.

Orang ketiga yang ditemuinya yaitu penjudi, ketika mendengar cerita laki-laki itu juga lantas bertaubat dari kebiasaannya berjudi. Orang keempat yaitu pendurhaka kepada kedua orangtua, begitu mendengar penuturan laki-laki itu, sambil menangis keras segera menuju rumah orangtuanya untuk meminta maaf kepada mereka. Baik orang ketiga juga orang keempat menolak menerima uang 50 Dinar dari laki-laki tersebut.

Dengan langkah kelelahan akhirnya si laki-laki menemukan rumah saudara setan yang terakhir, yaitu seorang yang kikir lagi tamak. Dengan napas terengah-engah, ia lalu mengetuk pintu rumah yang megah itu. Dalam hati si laki-laki ada terbersit kekhawatiran, bahwa si kikir ini akan menolak juga uang nadzar darinya seperti saudara-saudara setan yang lain. “Assalamu alaikum…!”

Tak lama si bakhil, sang pemilik rumah, mengeluarkan kepalanya dari pintu tanpa menjawab salam sang tamu. Tubuhnya tersembunyi, hanya kepalanya saja yang kelihatan. “Yah, ada keperluan apa…?! "Aku ingin memberimu uang 50 Dinar.” Mendengar kata-kata uang, si bakhil bin serakah ini langsung membuka pintu dan segera menyambar kantung uang di tangan tamunya. “Mengapa engkau memberiku uang sebanyak ini, apa kau pernah punya hutang padaku…?”

Lalu tamunya itu menceritakan nadzar dan mimpinya serta pertemuannya dengan pezina, pemabuk, penjudi dan orang yang durhaka pada orangtuanya. Mendengar kisah ini, si kikir lagi serakah langsung saja mengulurkan tangannya sambil berkata, “Kalau mereka tak mau terima uangnya, berikan saja semua uang itu kepadaku..!” Dengan mata terbelalak laki-laki yang bernadzar itu menyerahkan uangnya dan beranjak dari rumah tersebut seraya berkata, “Engkau benar-benar saudara kembarnya setan…!!”

http://majlisdzikrullahpekojan.org
Read more...